Pada bulan September 2022, sebuah pesawat ruang angkasa NASA menabrak asteroid kecil untuk sedikit mendorongnya sebagai uji pertahanan planet. Misi tindak lanjut kini telah diluncurkan, yang bertujuan untuk bertemu dengan batu luar angkasa yang sama untuk melihat dari dekat dampak dahsyat yang ditimbulkannya.
Badan Antariksa Eropa (ESA) meluncurkan misi Hera pada hari Senin pukul 10:52 ET dengan menggunakan roket SpaceX Falcon 9, yang telah dikandangkan menyusul anomali pembakaran deorbit tahap atas pada akhir September. Administrasi Penerbangan Federal mengizinkan peluncuran Hera Falcon 9, sementara roket tersebut tetap tidak digunakan untuk misi lain sampai SpaceX, bekerja sama dengan FAA, menyelesaikan penyelidikan atas kecelakaan baru-baru ini. Satu-satunya kendala yang menghalangi Hera mencapai langit adalah cuaca, namun roket tersebut tetap melakukan lepas landas meskipun kondisinya tidak menguntungkan, mengantarkan pesawat ruang angkasa tersebut ke orbit transfer antarplanet.
Wahana Hera, yang namanya diambil dari nama dewi pernikahan Yunani, akan memeriksa kerusakan yang disebabkan oleh misi DART (Double Asteroid Redirection Test) NASA, yang tampaknya benar-benar mengacaukan sebuah asteroid sederhana.
Pesawat ruang angkasa NASA seberat 1.340 pon menabrak Dimorphos, batuan luar angkasa selebar 558 kaki (170 meter) yang mengorbit pendampingnya yang lebih besar, selebar 2.625 kaki (800 meter), Didymos. Kumpulan data yang dikumpulkan oleh teleskop optik dan radio berbasis darat menunjukkan bahwa, setelah tabrakan, periode orbit Dimorphos di sekitar Didymos memendek dari 11 jam 55 menit menjadi 11 jam 23 menit.
Misi tersebut berhasil, membuktikan bahwa penabrak kinetik dapat digunakan untuk mengarahkan asteroid berbahaya jika menuju ke Bumi. Namun, masih banyak pertanyaan mengenai efek dampaknya terhadap Dimorphos.
Pengamatan di darat diperkirakan mengalami ketidakpastian sisa sebesar 10% dalam pengukurannya, dan model dampaknya masih belum dapat menghitung massa dan susunan Dimorphos, menurut ESA. Di sinilah Hera berperan, melakukan survei terperinci pasca-dampak dengan tujuan mengubah eksperimen luar angkasa yang hanya dilakukan satu kali menjadi mekanisme pertahanan planet yang dipahami dengan baik. Misi tersebut juga dapat memberikan lebih banyak petunjuk tentang bagaimana asteroid terbentuk.
Studi awal menunjukkan bahwa Dimorphos yang malang (yang tidak menimbulkan ancaman bagi Bumi) menderita akibat yang parah akibat dampaknya. Pada bulan Februari, sebuah penelitian diterbitkan di Astronomi Alam menunjukkan bahwa dampaknya menyebabkan pembentukan kembali dan pelapisan kembali asteroid Dimorphos secara signifikan. Bulan kecil tersebut mengalami deformasi parah, dan dampaknya menciptakan kawah besar. Studi lanjutan lainnya yang diterbitkan pada bulan Agustus juga mengungkapkan bahwa tabrakan tersebut menghasilkan bidang ejecta berbatu yang dapat mencapai Bumi dalam waktu 10 tahun.
Ketika mencapai Dimorphos pada tahun 2026, Hera tidak hanya akan menyelidiki tempat kejadian perkara, tetapi juga akan mengukur massa asteroid, serta pergeseran orbitnya dengan cara yang jauh lebih akurat daripada observatorium di darat. Hera juga akan melakukan survei paling rinci terhadap sistem asteroid biner, yang mencakup sekitar 15% dari seluruh asteroid yang diketahui, namun belum pernah ada yang dipelajari secara dekat sebelumnya.
Hera membawa seperangkat instrumen sains, serta sepasang kubus yang dimasukkan ke dalam pesawat ruang angkasa. Setelah mencapai targetnya, Hera dirancang untuk mengerahkan dua kubus seukuran kotak sepatu untuk mengumpulkan data tambahan tentang sistem asteroid biner. Data yang dikumpulkan oleh Hera diharapkan dapat memberikan informasi bagi misi pembelokan asteroid di masa depan.
Meskipun misi DART menarik perhatian kita dengan tabrakannya yang berani dan mirip fiksi ilmiah, Hera akan menunjukkan kepada kita seberapa efektif dampaknya jika ada asteroid yang mendekat.
Lagi: Gambar Paling Menarik dari Pertemuan Fatal DART dengan Asteroid